KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena
dengan rahmat dan hidayah-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan
makalah yang berjudul “Kepribadian Dan
Sikap Dalam Olahraga”. Tidak lupa kami ucapkan kepada teman-teman yang
memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak
kekurangan, karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk penyempurnaan makalah kami. Dan semoga dengan selesainya
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.
Makassar,
07 Otober 2017
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepribadian merupakan ciri khas seseorang dalam berfikir,
bertindak, dan berperilaku dengan berbagai pengaruh yang dibawanya seperti
lingkungan pendidikan maupun keturunan.sikap
(attitudes) ialah sesuatu yang kompleks, yang dapat didefinisikan sebagai
pernyatan-pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan, atau penilaian mengenai objek, manusia, atau peristiwa-peristiwa.
Sebagian sikap terbentuk melalui proses belajar sosial yang diperoleh dari
orang lain.
Sikap dapat tumbuh selama manusia hidup. Sepanjang
hidupnya, manusia belajar tidak pernah berhenti. Proses akomodasi dan
asimilasi pengetahuan, dan pengalaman, berlangsung sepanjang hidup
manusia. Dalam proses yang panjang inilah nilai-nilai hidup didapatkan
oleh manusia, yang kemungkinan besar akan dapat menumbuhkan sikap mereka
terhadap subyek atau obyek.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari kepribadian?
2. Apa definisi dari sikap?
3. Bagaimana perkembangan dan perubahan sikap?
4. Bagaimana cara pembinaan sikap?
5. Apa hubungan kepribadian dan olahraga?
1.3 Manfaat
Sebagai
mahasiswa olahraga yang juga calon guru pendidikan jasmani maka tentu kit
aharus mengetahui apa yang di maksud dengan kepribadian dan sikap dalam
olahraga,karena pada kepribadian dan sikap seseorng itu berbeda setap
individunya maka dari itu sangatlah penting untuk mnegetahui materi ini sebagai
bekal untuk menjadi serang guru pendidikan jasmani maupun pelatih olahraga.
1.4 Tujuan
1. Untuk memahami definisi dari kepribadian.
2. Untuk memahami definisi sikap
3.
Untuk
memahami perkembangan dan perubahan sikap.
4.
Untuk
memahami cara pembinaan sikap.
5.
Untuk
memahami hubungan kepribadian dengan olahraga
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kepribadian
Menurut Dorland (2012) Kepribadian merupakan pola khas
seseorang dalam berpikir, merasakan dan berperilaku yang relatif stabil dan
dapat diperkirakan. Sedangkan menurut Weller (2005) Kepribadian merupakan
jumlah total kecenderungan bawaan atau herediter dengan berbagai pengaruh dari
lingkungan serta pendidikan, yang membentuk kondisi kejiwaan seseorang dan
mempengaruhi sikapnya terhadap kehidupan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian
merupakan Ciri khas seseorang dalam berfikir, bertindak, dan berperilaku dengan
berbagai pengaruh yang dibawanya seperti lingkungan pendidikan maupun keturunan.
Menurut Purwanto (2006) terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi kepribadian antara lain:
2.1.1. Faktor Biologis
Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan
keadaan jasmani, atau seringkali pula disebut faktor fisiologis seperti keadaan
genetik, pencernaan, pernafasaan, peredaran darah, kelenjar-kelenjar, saraf,
tinggi badan, berat badan, dan sebagainya. Kita mengetahui bahwa keadaan
jasmani setiap orang sejak dilahirkan telah menunjukkan adanya
perbedaan-perbedaan. Hal ini dapat kita lihat pada setiap bayi yang baru lahir.
Ini menunjukkan bahwa sifat-sifat jasmani yang ada pada setiap orang ada yang
diperoleh dari keturunan, dan ada pula yang merupakan pembawaan anak/orang itu
masing-masing. Keadaan fisik tersebut memainkan peranan yang penting pada
kepribadian seseorang.
2.1.2. Faktor Sosial
Faktor sosial yang dimaksud di sini adalah masyarakat,
yakni manusia-manusia lain disekitar individu yang bersangkutan.
Termasukjuga kedalam faktor
sosial adalah tradisi-tradisi, adat istiadat,
peraturan-peraturan, bahasa, dan sebagainya yang berlaku dimasyarakat itu. Sejak
dilahirkan, anak telah mulai bergaul dengan orang-orang disekitarnya. Dengan
lingkungan yang pertama adalah keluarga. Dalam perkembangan anak, peranan
keluarga sangat penting dan menentukan bagi pembentukan kepribadian
selanjutnya.
Keadaan dan suasana keluarga yang berlainan memberikan
pengaruh yang bermacam-macam pula terhadap perkembangan kepribadian anak.
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak sejak kecil adalah
sangat mendalam dan menentukan perkembangan pribadi anak selanjutnya. Hal ini
disebabkan karena pengaruh itu merupakan pengalaman yang pertama, pengaruh yang
diterima anak masih terbatas jumlah dan luasnya, intensitas pengaruh itu sangat
tinggi karena berlangsung terus menerus, serta umumnya pengaruh itu diterima
dalam suasana bernada emosional.
Kemudian semakin besar seorang anak maka pengaruh yang
diterima dari lingkungan sosial makin besar dan meluas. Ini dapat diartikan
bahwa faktor sosial mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan
kepribadian.
2.1.3 Faktor
Kebudayaan
Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri
masingmasing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana
seseorang itu dibesarkan. Beberapa aspek kebudayaan yang sangat mempengaruhi
perkembangan dan pembentukan kepribadian antara lain:
A.
Nilai-nilai
(Values)
Di dalam setiap kebudayaan terdapat nilai-nilai hidup
yang dijunjung tinggi oleh manusia-manusia yang hidup dalam kebudayaan itu.
Untuk dapat diterima sebagai anggota suatu masyarakat, kita harus memiliki
kepribadian yang selaras dengan kebudayaan yang berlaku di masyarakat itu.
B.
Adat dan
Tradisi.
Adat dan tradisi yang berlaku disuatu daerah, di samping
menentukan nilai-nilai yang harus ditaati oleh anggota-anggotanya, juga
menentukan pula cara-cara bertindak dan bertingkah laku yang akan berdampak
pada kepribadian seseorang
C.
Pengetahuan
dan Keterampilan.
Tinggi rendahnya pengetahuan dan keterampilan seseorang
atau suatu masyarakat mencerminkan pula tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat
itu. Makin tinggi kebudayaan suatu masyarakat makin berkembang pula sikap hidup
dan cara-cara kehidupannya.
D.
Bahasa
Di samping faktor-faktor kebudayaan yang telah diuraikan
di atas, bahasa merupakan salah satu faktor yang turut menentukan cirri-ciri
khas dari suatu kebudayaan. Betapa erat hubungan bahasa dengan kepribadian
manusia yang memiliki bahasa itu. Karena bahasa merupakan alat komunikasi dan
alat berpikir yang dapat menunukkan bagaimana seseorang itu bersikap, bertindak
dan bereaksi serta bergaul dengan orang lain.
E.
Milik
Kebendaan (material possessions)
Semakin maju kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin
maju dan modern pula alat-alat yang dipergunakan bagi keperluan hidupnya. Hal
itu semua sangat mempengaruhi kepribadian manusia yang memiliki kebudayaan itu.
2.2 Definisi Sikap
Sikap (attitude) adalah pernyataan
evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek,
individu, atau peristiwa, (Stephen dan Timothy, 2008:92). Hal ini mencerminkan
tentang perasaan seseorang tentang sesuatu. Ada 3 (tiga) komponen utama dari
sikap, antara lain:
A.
Kognitif atau evaluasi
Kognitif atau evaluasi adalah segmen
opini atau keyakinan dari sikap, yang menentukan tingkatan untuk bagian yang
lebih penting dari sebuah sikap.
B.
Afektif atau perasaan
Perasaan adalah segmen emonsional atau
perasaan dari sebuah sikap, yang menimbulkan hasil akhir perilaku.
C.
Perilaku
atau tindakan
Perilaku atau tindakan adalah sikap
merujuk pada suatu maksud untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap
sesuatu atau seseorang. Menurut Muchlas (dalam Bagus, 2010) sikap (attitudes)
ialah sesuatu yang kompleks, yang dapat didefinisikan sebagai
pernyatan-pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan, atau penilaian mengenai objek, manusia, atau peristiwa-peristiwa.
Sebagian sikap terbentuk melalui proses belajar sosial yang diperoleh dari
orang lain.
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan
yakni menurut Sunaryo (dalam Puspita, 2013) :
A.
Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek)
mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
B.
Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap
karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas
yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu
menerima ide tersebut.
C.
Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan
orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga,
misalnya seseorang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya, dsb)
untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah
suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
D.
Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi.
2.3 Perkembangan dan Perubahan Sikap
Sikap dapat ditumbuhkan dan
dikembangkan melalui proses belajar. Dalam
proses belajar tidak terlepas dari proses
komunikasi dimana terjadi proses tranfer pengetahuan dan nilai. Jika sikap
merupakan hasil belajar, maka kunci utama belajar sikap terletak
pada proses kognisi dalam belajar siswa.
Menurut Bloom ( Dalam Suharyat,
2009) serendah apapun
tingkatan proses kognisi siswa dapat
mempengaruhi sikap. Namun demikian, tingkatan kognisi yang rendah mungkin saja
dapat mempengaruhi sikap, tetapi sangat lemah pengaruhnya dan sikap cenderung
labil. Proses kognisi yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap secara
signifikan, sejalan dengan taksonomi kognisi Bloom, adalah pada taraf analisis,
sintesis, dan evaluasi.
Pada taraf inilah
memungkinkan sasaran didik memperoleh
nilai-nilai kehidupan yang dapat
menumbuhkan keyakinan yang merupakan
kunci utama untuk menumbuhkan dan
mengembangkan sikap.
Melalui proses akomodasi dan asimilasi
pengetahuan, pengalaman, dan nilai ke dalam otak sasaran peserta
didik, seperti pendapat Pieget ( Dalam Suharyat, 2009) pada gilirannya akan
menjadi referensi dalam menanggapi obyek atau subyek di lingkungannya. Tidak
semua informasi dapat mempengaruhi sikap. Informasi yang dapat mempengaruhi
sikap sangat tergantung pada isi, sumber, dan media informasi yang
bersangkutan. Dilihat dari segi isi informasi, bahwa informasi yang menumbuhkan
dan mengembangkan sikap adalah berisi pesan yang bersifat persuasif.
Dalam pengertian, pesan yang disampaikan dalam proses
komunikasi haruslah memiliki kemampuan untuk mempengaruhi keyakinan
sasaran didik, meskipun sebenarnya keyakinan tersebut akan didapat siswa
sendiri melalui proses belajar.
Seperti di atas telah
disebutkan, bahwa untuk dapat memberikan pesan yang persuasif kepada
sasaran didik haruslah dibawa pada obyek telah melalui proses
penganalisaan, pensintesisan, serta penilaian, yang dilakukan sasaran didik
untuk memperoleh keyakinan. Sikap dapat tumbuh selama manusia hidup. Sepanjang
hidupnya, manusia belajar tidak pernah berhenti.
Proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan, dan
pengalaman, berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam proses yang panjang
inilah nilai-nilai hidup didapatkan oleh manusia, yang kemungkinan besar
akan dapat menumbuhkan sikap mereka terhadap subyek atau obyek.
Periode kritis penumbuhan seseorang terjadi pada usia 12
tahun sampai 30 tahun. Jika pendapat Sear ini dianut, maka penumbuhan sikap
yang paling tepat ketika usia Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP),
sampai dengan Perguruan Tinggi (PT), setelah itu sikap akan tumbuh melalui
belajar dan pengalaman pribadi masing-masing. Perlu dipahami, bahwa dalam
hidup belajar lebih banyak ditentukan oleh diri sendiri dari pada di bangku sekolah.
Namun demikian, sudah menjadi kewajiban bagi sekolah untuk menumbuhkan
sikap dasar yang bermanfaat bagi hidup sasaran didik.
Selanjutnya, di luar
bangku sekolah, sikap akan dikembangkan
sendiri oleh yang bersangkutan. Lebih lanjut Sear (Dalam Suharyat, 2009)
mengatakan bahwa setelah usia 30 tahun sikap relatif permanen sehingga sulit
berubah. Dari sini terlihat betapa pentingnya peletakan sikap dasar di sekolah,
mengingat bahwa usia pembentukan sikap dasar ketika siswa ada pada SLTP
sampai dengan Perguruan Tinggi.
2.4 Cara Pembinaan Sikap
Pelatih dapat menetatapkan sasaran dan
tujuan yang akan di laksanakan melalui latihanmental (mental training), berikut
sistematika latihan yang di latihan pendahuluan,latihan dasar, latihan mental,
pemantapan dan pembentukan konsep diri. Pembinaan sikap dapat dilakukan dengan
cara melatih mental atlet agar lama kelamaan atlet sudah terbisa dan dapat
membentuk sikapnya secara permanen. Berikut cara-cara dalam pembentukan mental.
A.
Latihan Pendahuluan
Latihan pendahuluan mental training (
preliminary training) pada dasarnya meliputi latihan dengan sasaran atau tujuan
sebagai berikut:
a. Menyiapkan keserasian perkembangan fisik
dan mental atlit, meningkatkan proses metabolisme, dengan latihan pernapasan,
relaksasi konsentrasi untuk menormalkan fungsi-fungsi fisiologik dan
psikologik.
b. Menyiapkan fisik dan mental atlit
sehingga lebih siap menerima latihan mental,untuk meningkatkan keterampilan.
Latihan pendahuluan ini dimaksudkan agar
atlit memiliki kondisi dan kesiapan mental. Dalam halini keserasian dan
keselarasan hubungan aspek-aspek mental psikologik atau sumber-sumber kemampuan
jiwa manusia, merupakan sasaran pembinaan yang utama. Selama latihanpendahuluan
ini atlit atlit dilatih untuk lebih memahami diri sendiri, berpikir positif,
sehingga timbul persepsi positif terhadap diri sendiri dan lingkungan.Oleh
karena itu latihan pendahuluan lebih ditujukan untuk menyiapkan bagian-bagian
yang berkaitan dengan sikap mental atlit, seperti motivasi, pemikiran perasaan,
dan faktor-faktor yang datang dari luar dirinya, seperti pengetahuan,
pengalaman, hambatan dan faktor lainya.
Secaragaris besar inti dari latihan
pendahuluan mental training menurut Sudibyo (2001:104) adalah :
a. Menyiapkan mental, keperibadian yang lebih mantap,
jauh dari kemungkinan terjadinya konfik internal.
b. Menguatkan kondisi fisik dan mental, khususnya melalui latihan
pernapasan, relaksasidan konsentrasi
c. Menyiapkan atlit agar lebih siap menerima beban mental dengan pemikiran
positif danperasaan positif terhadap terhadap diri sendiri dan lingkungan
B. Latihan Dasar
Latihan dasar mental training merupakan
kelanjutan dari latihan pendahuluan mental training, yaitu lebih terarah untuk
menanamkan landasan yang kokoh bagi perkembangan mental atlet. Latihan dasar di
samping menyiapkan mental yang sehat, juga dimaksudkan untuk meningkatkan
kesiapan menghadapi gangguan, menyiapkan kondisi mental sehingga memiliki
kesiapan mental untuk menerima latihan dalam upaya meningkatkan keterampilan
mental. Jadi latihan dasar mental training merupakan landasan atau tumpuan
untuk menerima atau melakukan program-program latihan mental yang lebih berat.
Untuk menguatkan kemauan atlet, maka
yang bersangkutan selain memiliki pemikiran dan perasaan positif terhadap
lingkungan dan terhadap diri sendiri, perlu menetapkan cita-cita yang ingin dicapai
sesuai keadaan dan kemampuannya, oleh karena itu pembentukan citra diri
merupakan program utama pada latihan dasar mental training.
C.
Latihan Ketrampilan dan Penguatan Mental
Meningkat atau merosotnya kinerja atlet
sangat ditentukan oleh kesiapan mental atlet, dan selanjutnya juga ditentukan
oleh ketahanan mental alet. Makin disadari bahwa sifat-sifat kepribadian
(personality traits) dan kemampuan-kemampuan psikologik sangat berperan dalam
meningkatkan kinerja atlet.
a. Latihan Keterampilan Mental
Kesiapan mental dapat diupayakan dengan
latihan ketrampilan mental (mental skill training), yaitu suatu ketrampilan
dalam menyiapkan diri menanggung beban mental, baik beban mentalyang berupa
hambatan-hambatan yang datang dari diri atlet itu sendiri, seperti kurang
percayadiri, merasa belum siap melakukan pertandingan, mengatasi gejolak
emosional, dsb. Maupun beban mental yang datang dari luar dirinya, misalnya
menghadapi lawan bertanding yang agresif, menghadapi penonton yang gegap
gempita menjagokan pemain yang difavoritkan menjadi juara, suasana pertandingan
yang dirasakan kurang tenang, udara dingin dsb.
Disamping kesiapan mental, atlet perlu
memiliki ketahanan mental, karena dalam suatu pertandingan kemungkinan atlet
meghadapi tantangan atau hambatan, yang berupa cemohan dari penonton, wasit
yang dirasakan memihak lawan, dan juga hambatan yang datang daridalam dirinya
sendiri, seperti rasa lelah, perasaan tertekan dan kurang mampu mengadapi
permainan lawan, dsb-nya. Latihan ketrampilan mental dan latihan penguatan
mental harus dilakukan atas dasar penelitian diagnostik, dengan menggunakan
pendekatan individual. Tiap-tiap individu menunjukkan sifat-sifat dan
kemampuan-kemampuan yang berbeda, serta kekuatan dan kelemahan yang berbeda
pula, oleh karena itu perlu ditetapkan sasaran pembinaan dan program latihan
mental sesuaidengan keadaan dan kebutuhan tiap-tiap individu.
b.
Latihan Menguatkan Menta
Mengenai latihan penguatan mental atau
“mental strength training”, yang pada hakekatnya dimaksudkan untuk meningkatkan
ketahanan mental, dapat dilakukan antara lain dengan:
1. Latihan untuk menguatkan kemauan (will
power training)
2. Latihan untuk meningkatkan kemampuan
akal (cognitive rehearshal)
3. Latihan untuk dapat mensugesti diri
sendiri (self-seggestion training)
4. Latihan untuk dapat menilai diri sendiri
dan merasakan diri berhasil (self-efficacytraining)
5. Stress management training, yaitu
latihan untuk dapat mengendalikan stress danmempunyai daya tahan menghadapi
stress
6. IPS (ideal performing state), yaitu
latihan untuk dapat terwujudnya kondisi mental yang ideal yang memungkinkan
atlet melakukan kinerja sebaik-baiknya
7. Latihan meditasi dalam upaya
mengembangkan sikap, pendapat dan kemauan untuk terus berusaha mencapai yang
terbaik
Semua latihan ketrampilan mental dan
penguatan mental membutuhkan waktu yang cukup lama,dan hampir dapat dikatakan
tidak ada batas akhirnya. Keadaan dan kondisi mental atlet dapat berubah
sesudah menghadapi berbagai situasi dan beban mental yang berbeda-beda, oleh
karena itu latihan ketrampilan dan penguatan mental juga perlu selalu terus
menerus dilakukan.Latihan ketrampilan dan ketahanan mental harus terarah pada
tiga aspek psikologik atlet, yaitu aspek kognitif (akal), aspek konatif
(kemauan), dan aspek afektif(emosional), sehingga dapat selalu diupayakan
hubungan yang harmonis antara ke tiga aspek kejiwaan tersebut.
Terdapat beberapa faktor-faktoryangmempengaruhi
pembentukan sikap yaitu sebagai berikut.
1.
Pengalaman
pribadi
Dasar pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi harus
meninggalkan kesan yang kuat. Sikap mudah terbentuk jika melibatkan faktor
emosional
2.
Kebudayaan
Pembentukan sikaptergantung pada kebudayaan tempat
individu tersebut dibesarkan. Contoh pada sikap orang kota dan orang desa
terhadap kebebasan dalam pergaulan.
3.
Orang
lain yang dianggap penting (Significant Others)
Yaitu orang-orang yangdiharapkan persetujuannyabagi
setiap gerak tingkah laku dan opini kita, orang yang tidak ingin dikecewakan,
dan yang berarti khusus. Misalnya yaitu orang tua, pacar, suami atau isteri,
teman dekat, guru, pemimpin. Umumnya individu tersebut akan memiliki sikap yang
searah (konformis) denganorang yang dianggap penting.
4.
Media
massa
Media massa berupa media cetak dan elektronik.
Dalampenyampaian pesan, media massa membawa pesan-pesan sugestif yang dapat mempengaruhi
opini kita. Jika pesan sugestif yang disampaikan cukup kuat, maka akan memberi
dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga membentuk sikap tertentu.
5.
Institusi
/ Lembaga Pendidikan dan Agama
Institusi yang berfungsi meletakkan dasar pengertian dan
konsep moral dalam diri individu. Pemahaman baik dan buruk, salah atau benar,
yang menentukan sistemkepercayaan seseorang sehingga ikut berperan dalam
menentukan sikap seseorang.
6.
Faktor
Emosional
Suatu sikap yangdilandasi oleh emosi yang fungsinyasebagai
semacam penyaluranfrustrasi ataupengalihan bentuk mekanisime pertahanan ego. Dapat
bersifat sementara ataupun menetap (persisten/tahan lama). Contohnya, Prasangka
(sikap tidak toleran, tidak fair)
2.5 Hubungan kepribadian dan sikap dalam
olahraga
Terdapat banyak pendapat mengenai hubungan antara
olahraga dan kepribadian seorang atlet. Atlet dianggap sebagai individu yang
kompetitif dan agresif sesuai dengan hakikat olahraga itu sendiri. Akan tetapi,
hal ini belum tentu sesuai dengan tingkah laku atlet tersebut pada interaksinya
sehari-hari. Oleh karena itu, pengaruh olahraga terhadap ciri
Sekalipun demikian, jelas bahwa melakukan olahraga
secara teratur dapat berpengaruh khusus terhadap kepribadian seseorang.
Berolahraga secara teratur dapat mengakibatkan efek-efek psikologis tertentu
seperti perasaan nyaman dan segar (wellness). Hal ini secara tidak langsung
tentu berpengaruh terhadap tingkah lakunya sehari-hari, termasuk caranya
berinteraksi dan menampilkan diri dalam kehidupan keluarga ataupun masyarakat.
Sebagai contoh, penderita diabetes dan pasien dengan
gangguan fungsi jantung sering kali diberikan nasihat oleh dokter atau ahli
medis untuk melakukan kegiatan-kegiatan fisik (physical exercise) secara
teratur. Kegiatan fisik ini dapat berupa jalan pagi atau jogging secara
teratur, atau latihan-latihan fisik dengan peralatan stasioner yang dapat
dilakukan di rumah. Latihan fisik semacam ini tidak terbatas bagi para
penderita penyakit tertentu saja, namun juga bagi siapa saja yang ingin
meningkatkan kebugarannya.
Kepribadian banyak dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan
fisik secara teratur, sesuai dengan bidang olahraga yang diminati atau
ditekuni, seperti golf, sepakbola, dan bulutangkis. Olahraga
akan mempengaruhi aspek kepribadian seseorang. Misalnya, dengan berolahraga,
seseorang akan mengembangkan sikap pantang menyerah, gigih, serta sikap membuka
diri terhadap lingkungan sosialnya.
Bidang yang mempelajari hubungan antara kepribadian
dengan olahraga dikenal sebagai Sport Personology. Seperti telah disinggung di
atas, pengaruh timbal balik antara kepribadian dan prestasi seorang atlet dalam
bidang olahraga yang ditekuninya, memunculkan banyak perdebatan atau pendapat
di antara para psikolog olahraga. Pendapat-pendapat tersebut terbagi menjadi 3
golongan besar.
Golongan pertama adalah yang menganggap bahwa suatu
olahraga tertentu memiliki banyak kaitan dengan kepribadian. Contohnya adalah
sepakbola, golf, atau basket. Misalnya, dalam suatu pertandingan basket,
seorang pemain merasa terlalu percaya diri atau over confidence, sehingga
cenderung untuk memaksakan diri memasukkan bola ke ring dibandingkan dengan
meneruskan kepada rekannya. Atau, dalam suatu pertandingan sepakbola, seorang
pemain lebih percaya untuk memberikan bola kepada seorang rekan tertentu yang
ia senangi, serta enggan untuk memberikan bola kepada rekan yang tidak ia
senangi atau percayai. Kecenderungan yang dilakukan oleh pemain basket ataupun
sepakbola tersebut akan mempengaruhi penampilannya masing-masing.
Hal tersebut jelas menunjukkan bahwa ciri kepribadian
atau gambaran umum kepribadian seseorang, banyak mempengaruhi penampilannya
dalam berolahraga, sekaligus juga mempengaruhi prestasinya. Uraian ini
menekankan bahwa terdapat ciri atau karakter khusus yang membedakan suatu
cabang olahraga dengan cabang olahraga lainnya.
Jika kita telah memahami hal ini, maka tampak bahwa
prestasi atlet dalam suatu cabang olahraga tertentu, banyak dipengaruhi oleh
ciri pribadi atlet yang bersangkutan. Keadaan menjadi lebih rumit apabila
olahraga tersebut adalah olahraga perseorangan seperti bulutangkis, tenis meja,
ataupun tinju. Oleh karena itu, psikologi olahraga mengulas mengenai aspek
kepribadian atlet yang positif maupun negatif, sehubungan dengan upaya untuk
meningkatkan prestasinya.
Selanjutnya, terdapat golongan kedua yang menganggap
bahwa pada beberapa cabang olahraga, pengaruh dari aspek-aspek kepribadian dan
gambaran kepribadian atlet tidak terlalu berpengaruh terhadap prestasinya.
Misalnya pada cabang atletik. Kecuali dibutuhkan adanya suatu ketangguhan
mental (mental toughness), prestasi dari seorang pelari jarak pendek atau
pelari jarak menengah tidak banyak dipengaruhi oleh aspekaspek kepribadian yang
ia miliki seperti introvert atau ekstrovert. Demikian pula pada pelompat
tinggi, pelompat jauh, pelompat galah, pelempar lembing, maupun pelempar
peluru, di mana pengaruh aspek kepribadian tidak terlampau terlihat.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan
penerapan dasar-dasar psikologi olahraga untuk meningkatkan motivasi
berprestasi seperti latihan-konsentrasi atau latihan visualisasi. Hal ini
tentunya dapat dilakukan baik oleh atlet sendiri, maupun dibimbing atau
diarahkan oleh pelatihnya. Seorang pelatih hendaknya menggunakan asas-asas
psikologi dalam kegiatannya menghadapi atau mendampingi atlet.
Golongan ketiga adalah pendapat yang mengatakan bahwa
pengaruh kepribadian terhadap penampilan seorang atlet dalam olahraga bersifat
moderat. Artinya, pengaruh tersebut tetap ada, namun tidak terlalu dominan.
Aspek atau gambaran kepribadian dan seorang atlet memiliki pengaruh terhadap
prestasinya, namun pengaruh tersebut tidak besar dan bukan merupakan faktor
yang menentukan.
Contohnya adalah seorang atlet sepakbola yang
penampilannya di lapangan ditandai oleh penguasaan teknik bersepakbola yang
luar biasa. Hal ini tentu dilatarbelakangi oleh bakat yang baik, sehingga
keterampilan tekniknya pun menjadi luar biasa baiknya. Dengan kata lain,
dominasi kemantapan berprestasi atau keberhasilan seseorang dalam berolahraga,
diakibatkan oleh kemampuan dasar dan bakat yang ia miliki, jauh lebih dominan
daripada kepribadiannya. Meskipun demikian, kemauan untuk bekerja sama dan
membentuk suatu regu yang kompak, solid, terpadu, dipengaruhi pula oleh pribadi-pribadi
dengan kepribadiannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kepribadian merupakan ciri khas seseorang dalam berfikir,
bertindak, dan berperilaku dengan berbagai pengaruh yang dibawanya seperti
lingkungan pendidikan maupun keturunan.Sikap
(attitudes) ialah sesuatu yang kompleks, yang dapat didefinisikan sebagai
pernyatan-pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan, atau penilaian mengenai objek, manusia, atau peristiwa-peristiwa.
Sebagian sikap terbentuk melalui proses belajar sosial yang diperoleh dari
orang lain.
Sikap dapat tumbuh selama manusia hidup. Sepanjang
hidupnya, manusia belajar tidak pernah berhenti. Proses akomodasi
dan asimilasi pengetahuan, dan pengalaman, berlangsung sepanjang hidup
manusia. Dalam proses yang panjang inilah nilai-nilai hidup didapatkan
oleh manusia, yang kemungkinan besar akan dapat menumbuhkan sikap mereka
terhadap subyek atau obyek.
3.2 Saran
Dalam
olahraga dikenal istilah fair play yang
merupakan pegangan wajib seorang pelaku olahraga baik atlit maupun non atlit,
maka sikap inilah yang perlu kita tanamkan dalam kehidupan sehari-hari dimana
kita berusaha menanamkan sikap tersebut dengan memiliki kepribadian yang baik
dan selalu bersikap adil didalam maupun diluar lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
http://jurnal-sdm.blogspot.co.id/2013/01/sikap-kepribadian-dan-kerjasama-team.htmlhttp://download.portalgaruda.org/article.php?article=288863&val=7237&title=HUBUNGAN%20PEMAHAMAN%20MATERI%20TENTANG%20NILAI%20PANCASILA%20DENGAN%20PERUBAHAN%20SIKAP%20NASIONALISME%20SISWA%20SMP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar